Oleh Tabrani Yunis
Seakan
disambar petir saja. Begitulah yang dialami keluarga pak Burhan ( bukan
nama sebenarnya) kala mendapat kabar anaknya ( Rina, nama samaran) yang
sedang duduk di kelas 3 SMA sudah hamil 3 bulan. Amarah yang besar bercampur malu dan kecewa menyelimuti hati Pak Burhan. Betapa tidak, anak satu-satunya yang menjadi
tumpuan harapannya, yang seharian di rumah terlihat sangat santun dan
baik itu, kini sudah berbadan dua. Padahal ia masih berstatus pelajar. Harapan
Pak Burhan dan keluarga untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang lebih
tinggi, buyarlah sudah. Karena Rina, dikeluarkan dari sekolahnya. Jalan
yang harus ditempuh adalah dengan menikahkan Rina dengan pacarnya yang
usianya masih sebaya itu atau melakukan aborsi.
Fitri,
seorang sahabat di Jakarta bercerita soal kasus hamil di luar nikah
yang menimpa adiknya. Adiknya sebut saja gadis, terpaksa menikah setelah
terlanjur hamil sebelum mereka menikah. Pernikahan yang terpaksa ini,
bukan berbuah keindahan, tetapi sebaliknya sepanjang pernikahan mereka,
gadis mengalami berbagai bentuk tindak kekerasan fisik, ekonomi, seksual
dan psikologis yang dilakukan
oleh suami yang sangat dicintainya itu. Walaupun keluarga Fitri siap
menjadi pendukung untuk gadis, ternyata membutihkan waktu hampir 4 tahun
untuk membawa gadis keluar dari lingkaran kekerasan tersebut.
Desy,
seorang sahabat dari Bengkulu memaparkan tentang kasus-kasus remaja
hamil di luar nikah di Bengkulu. Katanya, di Bengkulu, hampir menjadi
kesepakatan di setiap sekolah untuk mengeluarkan siswi yang hamil di
luar nikah atau yang sering disebut married by accident itu. Alasannya
karena tindakan ini melanggar moralitas, etika dan lain-lain. Sayangnya,
lanjut Desy, “ Saya
tidak sempat mengkliping soal angka DO siswi MBA ini, tetapi fenomena
ini selalu ramai dibicarakan terutama menjelang ujian akhir nasional,
dimana salah satu penyebab absennya pelajar perempuan dalam UAN adalah
kasus MBA.” Biasanya, anak perempuan jadi korban.
Jumlah
kasus remaja atau ABG yang hamil di luar nikah belakangan ini semakin
memprihatinkan kita. Betapa tidak, setiap tahun angka tersebut terus
bertambah sejalan dengan semakin longgarnya nilai-nilai social, agama
dan etika pergaulan di tengah masyarakat kita. Paling tidak pergaulan
bebas yang kini banyak dianut oleh kaum remaja di tanah air, telah
berkontribusi terhadap tingginya angka kasus –kasus aborsi di tanah air
tercinta ini. Tidak percaya?
Majalah Detik edisi 25 Juni-1 Juli 2012 dalam rubric Fokusnya menghentak rasa galau kita. Mengerikan sekali, ternyata
sebanyak 21 persen remaja atau satu di antara lima remaja di Indonesia
pernah melakukan aborsi. Data menyedihkan itu merupakan hasil pengumpulan data yang dilakukan Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA). Data
diperoleh dengan cara mengumpulkan 14.726 sampel anak SMP dan SMA di 12
kota besar di Indonesia, antara lain Jakarta, Bandung, Makassar, Medan,
Lampung, Palembang, Kepulauan Riau dan kota-kota di Sumatera Barat
dalam Forum Diskusi Anak Remaja pada 2011. Hasilnya
mengagetkan, mereka mengaku hampir 93,7 persen pernah melakukan
hubungan seks. “Lalu 83 persen mengaku pernah menonton video porno, dan
21,2 persennya itu mengaku pernah melakukan aborsi,” jelas Ketua Komnas
Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait.
Selain
itu, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Maria Ulfa Anshori
y pernah melakukan penelitian bersama Pusat Kajian Kesehatan Perempuan
Universitas Indonesia (UI) soal aborsi pada 2003. Dari penelitian itu
tercatat rata-rata terjadi 2 juta kasus aborsi per tahun. Lalu pada
tahun berikutnya, 2004 penelitian yang sama menunjukkan kenaikan tingkat
aborsi yakni 2,1-2,2 juta per tahun. Sangat mengerikan bukan?
Ya. Tentu saja sangat mengerikan dan membahayakan bangsa ini. Apalagi bagi anak-anak perempuan. Fakta lain berbicara bahwa berdasarkan
penelitian dari Australian National University (ANU) dan Pusat
Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (UI) tahun 2010/2011 di
Jakarta, Tangerang dan Bekasi (Jatabek), dengan jumlah sampel 3006
responden (usia 17-24 tahun), menunjukkan 20.9 persen remaja mengalami
kehamilan dan kelahiran sebelum menikah. Kemudian 38,7 persen remaja
mengalami kehamilan sebelum menikah dan kelahiran setelah menikah.
Sementarta
riset Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (UI)
menyebutkan, 650 ribu ABG tidak perawan. Riset itu dilakukan tahun
2010/2011. Jika ditambah Tangerang dan Bekasi, ada 20,9 persen remaja
hamil sebelum menikah. Angka ini juga semakin membengkak bila riset
dilakukan secara nasional. Tentu angka ABG yang kehilangan keperawanan
karena perilaku seks bebas akan semakin besar. Betapa mirisnya bukan?
Edan. Inikah zaman edan? Rasanya memang zaman semakin edan. Masalah hamil di luar nikah semakin parah dan sangat miris serta menyedihkan–remaja perempuan kita akhir-akhir ini. Beberapa
fakta tentang fenomena hamil di luar nikah, di negeri kita ini saat ini
seperti diutarakan di atas, memang sangat menggalaukan hati kita. Walau
sebenarnya, kasus – kasus hamil di luar nikah yang merupakan kasus
kecelakaan dalam pergaulan yang bebas itu, sesungguhnya sejak dahulu
kala dengan jumlah yang tidak terlalu gila seperti sekarang ini. Namun, bila kita melihat dari angka-angka kasus dari perjalanan sejarah anak manusia, kasus hamil di luar nikah itu sekarang
ini memang sangat parah. MBA dianggap hal biasa. Padahal, dahulu,
seseorang yang terlanjur hamil di luar nikah itu dalam tatanan
masyarakat kita dinyatakan sebagai tindakan yang sangat memalukan,
keluarga, dan bahkan masyarakat dalam sebuah komunitas. Pelaku hamil di
luar nikah dianggap sebagai pembawa sial. Bahkan ada yang diusir dari
keluarga dan juga dari kampong. Karena, hamil di luar nikah,
hamil karena kecelakaan, hamil karena perbuatan zina, atau dalam istilah
masa kini disebut dengan married by accident (MBA) adalah sebuah berita
buruk, memalukan dan hina bagi sebuah keluarga dan kelompok masyarakat
di sebuah daerah, juga suatu bangsa seperti Indonesia. Artinya, kala
orang tua atau sebuah keluarga mengetahui anak perempuannya hamil
sebelum menikah, orang tua dan keluarga bahkan masyarakat akan merasa
dipermalukan oleh kasus itu. Maka, mendapat kabar bahwa anak perempuan
sesorang mengalami hamil di luar nikah itu adalah sebuah berita yang
sangat mencoreng nama baik keluarga dan masyarakat. Apalagi dalam
keluarga masyarakat muslim, ini justru sangat tidak bisa diterima.
Sehingga kasus-kasus hamil di luar nikah, sulit didata dan selalu
terselubung serta banyak berujung dengan tindakan aborsi yang
bertentangan dengan nilai-nilai universal HAM dan nilai-nilai agama itu.
Ironisnya,
walau itu bertentangan dengan nilai –nilai agama dan hak asasi manusia,
gaya hidup seks bebas yang menyebabkan hamil di luar nikah dan sering berujung dengan tindakan aborsi itu, hingga kini terus semakin menggila. Meningkatnya
jumlah kasus hamil di luar nikah dan kasus aborsi di tanah air saat
ini, menjadi keprihatinan semua orang. Karena dengan semakin
meningkatnya kasus hamil di luar nikah ini, maka semakin besar risiko
yang dialami oleh generasi bangsa ini. Namun celakanya, banyaknya kasus
hamil di luar nikah tersebut sudah dianggap sebagai hal biasa. Padahal
bila kita kaji lebih dalam, meningkatkanya kasus hamil di luar nikah ini
sangat membahayakan generasi bangsa ini, terutama para remaja itu
sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar